Disusun oleh
:
Ibnu Rizky Ratnanta
Ibnu Rizky Ratnanta
Perwakilan Putra Favorit Jawa Timur
JUMBARA NASIONAL 2016
Gejala
apatisme telah menjadi wabah generasi muda. Betapa bahayanya manakala generasi
muda kita terserang apatisme. Kita sadar bahwa Indonesia merdeka berkat
kesadaran yang luar biasa. Pemuda Indonesia begitu peduli dan aktif berjuang
untuk membebaskan diri dari penjajahan. Penyadaran bukan merupakan hal yang
mudah. Penyadaran adalah proses, dan PMI-lah yang menjadi wadah melalui PMR (Palang Merah
Remaja). Di sinilah yang kemudian menjadikan saya tertarik aktif di PMR.
Arti PMR
Palang Merah Remaja (PMR), tiga kata yang
sangat sarat akan makna. Penuh arti dan harapan di dalamnya. Puluhan bahkan
ratusan kenangan telah tercipta, baik kenangan yang menyenangkan ataupun
menyedihkan. Kenangan tersebut terangkai dengan rapi dalam benak dan pikiran
saya. Saya menyebutnya sebagai sebuah organisasi dan juga keluarga. Sebuah perkumpulan
remaja-remaja yang memiliki tekad dan semangat yang kuat dalam hal kepedulian
terhadap sesama. Kenangan-kenangan itulah yang menginspirasi saya untuk semakin
mengerti akan peran remaja, sebagai generasi emas bangsa.
Ingatan
seakan menuntun kembali ke masa di mana saya masih benar-benar ingat, hal apa yang melatarbelakangi seorang
siswa yang masih baru menginjak masa putih abu-abu ketika itu, untuk bergabung
menjadi salah satu bagian dari PMR. Alasan saya ketika itu benar-benar klasik
dan sepele. Layaknya seorang remaja yang mudah terpengaruh dengan
lingkungannya, saya hanya ikut-ikutan untuk bergabung di PMR. Maklum saja,
ketika itu saya masih belum memiliki pandangan apa-apa mengenai PMR. Yang saya
ketahui tentangnya hanyalah PMR merupakan perkumpulan siswa yang bertugas
menjaga siswa-siswi yang sakit ketika upacara berlangsung.
Pada
awal bergabung di PMR, saya masih belum menemukan ruh di dalamnya. Masih datar
dan tak ada kesan. Bahkan saya benar-benar menyesal telah bergabung di
dalamnya. Perlahan namun pasti, masalah-masalah pun mulai meluap ke permukaan.
Konflik yang terjadi antara petinggi PMR yang notabene adalah kakak kelas saya,
semakin memperparah keadaan. Puncaknya, tidak sedikit anggota kelas 10 dan 11
yang keluar dari PMR tanpa alasan jelas. Alasan sebenarnya yang saya ketahui, tidak lain dan tidak bukan adalah
masalah ketidaksolidan antar anggota.
Pada masa ketika saya benar-benar
mempunyai tekad yang kuat untuk meninggalkan PMR, hati saya seolah bergejolak,
seakan tak mau pergi darinya. Ketika saya menginjak kelas 11, saya terpilih
menjadi wakil ketua PMR. Saya sendiri tidak tahu persis apa yang harus saya
lakukan dengan jabatan itu. Jabatan yang sarat dengan amanah. Masalah dan konflik seakan menjadi sebuah
tradisi. Konsistensi para anggotanya pun perlu dipertanyakan. Tidak jarang kami bergejolak antar sesama anggota. Lelah.Satu kata yang benar-benar saya rasakan ketika itu.
Banyak program kerja yang tidak berjalan dengan baik dan hal itulah yang
menyebabkan PMR di sekolah saya seakan berada di ujung tanduk kemunduran.
PMR Changed My Mind
Pada bagian inilah saya akan menceritakan secara
gamblang bagaimana PMR benar-benar mengubah pola pikir saya, dan membuat saya
semakin tertarik untuk meng-explore
lebih dalam lagi tentangnya. Ada sebuah peristiwa yang benar-benar berkesan. Saya
masih benar-benar ingat dan tidak akan mungkin untuk melupakannya.
Jum’at, 27 Mei 2016 pukul 16.00 WIB. Hari
itu merupakan hari penutupan event
olahraga dan seni terbesar di sekolah, POS SMASA. Tentunya dalam acara tahunan tersebut,
seluruh siswa dari kelas 10 hingga 12 menghadiri closing ceremony event akbar sekolah kami. Sore itu, cuaca
benar-benar bersahabat, terik matahari terhalangi oleh awan. Benar-benar
suasana yang sangat sejuk. Namun, setelah 30 menit berjalan, cuaca yang tadinya
benar-benar bersahabat, berubah 180o. Awan hitam pekat tepat berada
di atas seluruh siswa yang sedang melasanakan prosesi upacara penutupan POS
SMASA. Tak berselang lama, hujan deras disertai angin kencang dan gemuruh petir
mengubah suasana hikmat dan gembira acara tersebut. Seluruh siswa pun berlarian
bak hempasan debu yang bergerak ke segala arah. Mereka mencari tempat
perlindungan yang aman dengan memasuki kelas-kelas yang terbuka.
Mencekam,
satu kata itulah yang bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan yang terjadi
ketika itu. Sungai yang berada di depan sekolah meluap disertai angin kencang
yang merobohkan sebagian pohon dan pagar sekolah kami. Air lumpur setinggi 30
cm – 50 cm memasuki ruang kelas yang sebelumnya dijadikan tempat berlindung
para siswa dari guyuran hujan yang sangat deras. Di saat itulah, peran kami
sebagai anggota PMR sangatlah dibutuhkan. Dengan spontan, saya beserta anggota
PMR lainnya membentuk tim penyelamatan, yang terdiri dari tim kesehatan dan tim
evakuasi korban bencana. Hal itu benar-benar kami terapkan dengan terinspirasi
dari materi-materi PMR yang telah kami pelajari secara teoritis sebelumnya, tri
bakti PMR, dan 7 prinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah
internasional.
Suasana
yang semakin genting, membuat banyak korban berjatuhan. Tim kesehatan kami melaksanakan first
aid terlebih dahulu terhadap korban-korban tersebut. Tak sedikit korban
yang harus benar-benar mendapat perawatan khusus ke rumah sakit. Seiring
berjalannya waktu, korban yang berjatuhan semakin banyak. Rata-rata mereka
mengalami gejala hipotermia dan pingsan
akibat shock. Kami bahkan kekurangan
personel dalam menangani para korban. Namun
tak disangka, anggota-anggota yang
pasif bahkan telah keluar dari PMR pun kembali
ikut berperan dalam penanganan korban. Kepedulian terhadap sesama benar-benar
terpampang nyata.
Gejala apatisme yang telah menjadi wabah
generasi muda saat ini, seakan pudar tertelan oleh sikap peduli kami yang
membara ketika kami benar-benar menghadapi situasi seperti itu. Sapta prinsip
dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional benar-benar kami
rasakan ruhnya. Jika pada awalnya, kami hanya sekedar mengetahui prinsip
tersebut, dengan adanya kejadian itu, kami benar-benar bisa memahami makna luar
biasa yang terkandung di dalamnya. Tri bakti PMR benar-benar kami resapi, khusunya
dalam menjalin persaudaraan dan berbakti kepada masyarakat, dalam hal ini
masyarakat di lingkungan sekolah. Kerja sama dan kesolidan benar-benar
mengiringi langkah kami dalam mencapai tujuan kami yaitu menyelamatkan para
korban dan siswa-siswi dari ancaman air bah tersebut.
Kejadian
tersebut benar-benar mengubah PMR sekolah saya menjadi lebih baik. Seakan-akan
kejadian tersebut merupakan sebuah “obat”, yang menyembuhkan seseorang dari penyakit akut
bertahun-tahun. Kami mulai bangkit dari segala keterpurukan yang terjadi
sebelumnya. Kekompakan dan kerja sama harus kami pertahankan untuk menciptakan
rasa peduli antar sesama anggota.
Kejadian
tersebut benar-benar mengubah pola pikir maupun pandangan saya di masa lalu, mengenai PMR. Saya tidak menyangka sedemikian rapi
dan indah Tuhan merangkai kisah ini untuk saya. Hingga muncul dalam benak saya,
“PMR has changed my mind.”
Pesan Moral
Proses
lahirnya inspirasi saya benar-benar terangkai dengan indah. Melalui berbagai
macam kejadian yang saya alami, perlahan namun pasti, saya dapat memahami apa
arti kepedulian yang berujung pada munculnya rasa kemanusiaan dan keikhlasan,
seolah-olah ada ruh baru yang memasuki jiwa saya. Ruh tersebut lah yang
menuntun saya untuk mengikuti ajang yang benar-benar tidak terduga, saya dapat
terlibat di dalamnya, yaitu Jumbara Nasional VIII, di Pangkep, Sulawesi
Selatan. PMR benar-benar berarti besar bagi hidup saya, bahkan mengubah perilaku hidup
saya menjadi lebih baik. Penyadaran akan rasa ketertarikan saya terhadap PMR itulah
buah hasil dari kepedulian sebagai tindakan kemanusiaan dan ibadah.
Sebagai
generasi muda, generasi emas penerus bangsa, kita harus benar-benar menancapkan
dalam-dalam sikap kepedulian terhadap diri sendiri maupun orang lain demi
terciptanya kemajuan bangsa dan negara ke depan. Kita tidak tahu apa yang akan
terjadi pada masa depan. Kita juga tidak tahu akan jadi seperti apa negara kita ke
depannya. Namun, satu hal yang sangat krusial menurut saya dalam menentukan
nasib bangsa ke depan adalah seberapa besar peranan dan kontribusi kita sebagai
generasi muda untuk bangsa ini. Hidup
akan jauh lebih
bermakna apabila bermanfaat bagi orang lain, bukan? (*)