Catatanku

Senin, 22 Agustus 2016

Kepedulian Sebagai Tindakan Kemanusiaan dan Ibadah



Kepedulian
Sebagai
Tindakan Kemanusiaan dan Ibadah

Disusun oleh :
Ibnu
Rizky Ratnanta 

Perwakilan Putra Favorit Jawa Timur
JUMBARA NASIONAL 2016

            Gejala apatisme telah menjadi wabah generasi muda. Betapa bahayanya manakala generasi muda kita terserang apatisme. Kita sadar bahwa Indonesia merdeka berkat kesadaran yang luar biasa. Pemuda Indonesia begitu peduli dan aktif berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan. Penyadaran bukan merupakan hal yang mudah. Penyadaran adalah proses, dan PMI-lah yang menjadi wadah melalui PMR (Palang Merah Remaja). Di sinilah yang kemudian menjadikan saya tertarik aktif di PMR.

Arti PMR
Palang Merah Remaja (PMR), tiga kata yang sangat sarat akan makna. Penuh arti dan harapan di dalamnya. Puluhan bahkan ratusan kenangan telah tercipta, baik kenangan yang menyenangkan ataupun menyedihkan. Kenangan tersebut terangkai dengan rapi dalam benak dan pikiran saya. Saya menyebutnya sebagai sebuah organisasi dan juga keluarga. Sebuah perkumpulan remaja-remaja yang memiliki tekad dan semangat yang kuat dalam hal kepedulian terhadap sesama. Kenangan-kenangan itulah yang menginspirasi saya untuk semakin mengerti akan peran remaja, sebagai generasi emas bangsa.
            Ingatan seakan menuntun kembali ke masa di mana saya masih benar-benar ingat, hal apa yang melatarbelakangi seorang siswa yang masih baru menginjak masa putih abu-abu ketika itu, untuk bergabung menjadi salah satu bagian dari PMR. Alasan saya ketika itu benar-benar klasik dan sepele. Layaknya seorang remaja yang mudah terpengaruh dengan lingkungannya, saya hanya ikut-ikutan untuk bergabung di PMR. Maklum saja, ketika itu saya masih belum memiliki pandangan apa-apa mengenai PMR. Yang saya ketahui tentangnya hanyalah PMR merupakan perkumpulan siswa yang bertugas menjaga siswa-siswi yang sakit ketika upacara berlangsung.
            Pada awal bergabung di PMR, saya masih belum menemukan ruh di dalamnya. Masih datar dan tak ada kesan. Bahkan saya benar-benar menyesal telah bergabung di dalamnya. Perlahan namun pasti, masalah-masalah pun mulai meluap ke permukaan. Konflik yang terjadi antara petinggi PMR yang notabene adalah kakak kelas saya, semakin memperparah keadaan. Puncaknya, tidak sedikit anggota kelas 10 dan 11 yang keluar dari PMR tanpa alasan jelas. Alasan sebenarnya yang saya ketahui, tidak lain dan tidak bukan adalah masalah ketidaksolidan antar anggota.
Pada masa ketika saya benar-benar mempunyai tekad yang kuat untuk meninggalkan PMR, hati saya seolah bergejolak, seakan tak mau pergi darinya. Ketika saya menginjak kelas 11, saya terpilih menjadi wakil ketua PMR. Saya sendiri tidak tahu persis apa yang harus saya lakukan dengan jabatan itu. Jabatan yang sarat dengan amanah. Masalah dan konflik seakan menjadi sebuah tradisi. Konsistensi para anggotanya pun perlu dipertanyakan. Tidak jarang kami bergejolak antar sesama anggota. Lelah.Satu kata yang benar-benar saya rasakan ketika itu. Banyak program kerja yang tidak berjalan dengan baik dan hal itulah yang menyebabkan PMR di sekolah saya seakan berada di ujung tanduk kemunduran.

PMR Changed My Mind
Pada bagian inilah saya akan menceritakan secara gamblang bagaimana PMR benar-benar mengubah pola pikir saya, dan membuat saya semakin tertarik untuk meng-explore lebih dalam lagi tentangnya. Ada sebuah peristiwa yang benar-benar berkesan. Saya masih benar-benar ingat dan tidak akan mungkin untuk melupakannya.
Jum’at, 27 Mei 2016 pukul 16.00 WIB. Hari itu merupakan hari penutupan event olahraga dan seni terbesar di sekolah, POS SMASA. Tentunya dalam acara tahunan tersebut, seluruh siswa dari kelas 10 hingga 12 menghadiri closing ceremony event akbar sekolah kami. Sore itu, cuaca benar-benar bersahabat, terik matahari terhalangi oleh awan. Benar-benar suasana yang sangat sejuk. Namun, setelah 30 menit berjalan, cuaca yang tadinya benar-benar bersahabat, berubah 180o. Awan hitam pekat tepat berada di atas seluruh siswa yang sedang melasanakan prosesi upacara penutupan POS SMASA. Tak berselang lama, hujan deras disertai angin kencang dan gemuruh petir mengubah suasana hikmat dan gembira acara tersebut. Seluruh siswa pun berlarian bak hempasan debu yang bergerak ke segala arah. Mereka mencari tempat perlindungan yang aman dengan memasuki kelas-kelas yang terbuka.
            Mencekam, satu kata itulah yang bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan yang terjadi ketika itu. Sungai yang berada di depan sekolah meluap disertai angin kencang yang merobohkan sebagian pohon dan pagar sekolah kami. Air lumpur setinggi 30 cm – 50 cm memasuki ruang kelas yang sebelumnya dijadikan tempat berlindung para siswa dari guyuran hujan yang sangat deras. Di saat itulah, peran kami sebagai anggota PMR sangatlah dibutuhkan. Dengan spontan, saya beserta anggota PMR lainnya membentuk tim penyelamatan, yang terdiri dari tim kesehatan dan tim evakuasi korban bencana. Hal itu benar-benar kami terapkan dengan terinspirasi dari materi-materi PMR yang telah kami pelajari secara teoritis sebelumnya, tri bakti PMR, dan 7 prinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional.
            Suasana yang semakin genting, membuat banyak korban berjatuhan. Tim kesehatan kami melaksanakan first aid terlebih dahulu terhadap korban-korban tersebut. Tak sedikit korban yang harus benar-benar mendapat perawatan khusus ke rumah sakit. Seiring berjalannya waktu, korban yang berjatuhan semakin banyak. Rata-rata mereka mengalami gejala hipotermia dan pingsan akibat shock. Kami bahkan kekurangan personel dalam menangani para korban. Namun tak disangka, anggota-anggota yang pasif bahkan telah keluar dari PMR pun kembali ikut berperan dalam penanganan korban. Kepedulian terhadap sesama benar-benar terpampang nyata.
Gejala apatisme yang telah menjadi wabah generasi muda saat ini, seakan pudar tertelan oleh sikap peduli kami yang membara ketika kami benar-benar menghadapi situasi seperti itu. Sapta prinsip dasar gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional benar-benar kami rasakan ruhnya. Jika pada awalnya, kami hanya sekedar mengetahui prinsip tersebut, dengan adanya kejadian itu, kami benar-benar bisa memahami makna luar biasa yang terkandung di dalamnya. Tri bakti PMR benar-benar kami resapi, khusunya dalam menjalin persaudaraan dan berbakti kepada masyarakat, dalam hal ini masyarakat di lingkungan sekolah. Kerja sama dan kesolidan benar-benar mengiringi langkah kami dalam mencapai tujuan kami yaitu menyelamatkan para korban dan siswa-siswi dari ancaman air bah tersebut.
            Kejadian tersebut benar-benar mengubah PMR sekolah saya menjadi lebih baik. Seakan-akan kejadian tersebut merupakan sebuah “obat, yang menyembuhkan seseorang dari penyakit akut bertahun-tahun. Kami mulai bangkit dari segala keterpurukan yang terjadi sebelumnya. Kekompakan dan kerja sama harus kami pertahankan untuk menciptakan rasa peduli antar sesama anggota.
            Kejadian tersebut benar-benar mengubah pola pikir maupun pandangan saya di masa lalu, mengenai PMR. Saya tidak menyangka sedemikian rapi dan indah Tuhan merangkai kisah ini untuk saya. Hingga muncul dalam benak saya, “PMR has changed my mind.

Pesan Moral
            Proses lahirnya inspirasi saya benar-benar terangkai dengan indah. Melalui berbagai macam kejadian yang saya alami, perlahan namun pasti, saya dapat memahami apa arti kepedulian yang berujung pada munculnya rasa kemanusiaan dan keikhlasan, seolah-olah ada ruh baru yang memasuki jiwa saya. Ruh tersebut lah yang menuntun saya untuk mengikuti ajang yang benar-benar tidak terduga, saya dapat terlibat di dalamnya, yaitu Jumbara Nasional VIII, di Pangkep, Sulawesi Selatan. PMR benar-benar berarti besar bagi hidup saya, bahkan mengubah perilaku hidup saya menjadi lebih baik. Penyadaran akan rasa ketertarikan saya terhadap PMR itulah buah hasil dari kepedulian sebagai tindakan kemanusiaan dan ibadah.
            Sebagai generasi muda, generasi emas penerus bangsa, kita harus benar-benar menancapkan dalam-dalam sikap kepedulian terhadap diri sendiri maupun orang lain demi terciptanya kemajuan bangsa dan negara ke depan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan. Kita juga tidak tahu akan jadi seperti apa negara kita ke depannya. Namun, satu hal yang sangat krusial menurut saya dalam menentukan nasib bangsa ke depan adalah seberapa besar peranan dan kontribusi kita sebagai generasi muda untuk bangsa ini. Hidup akan jauh lebih bermakna apabila bermanfaat bagi orang lain, bukan? (*)